Kamis, 12 Mei 2011

Ilustrasi Benteng Panaroekan 15 Agustus 1805

Gambar sebuah desa dengan Latar belakang gunung Rinkit Panaroekan agustus 1805

Gambar sebuah tempat dengan Latar belakang gunung Rinkit Panaroekan agustus 1805,kira kira lukisan ini di ambil di daerah station panaroekan




DE Berg Rinkit de Pannarokan.
Pemandangan Gunung Ringgit (putri tidur) di lihat dari Panaroekan agustus 1805



Gambar detail dari Benteng panaroekan 15 agustus 1805,tampak sebuah kapal Voc bersandar di samping benteng yang merupakan muara dari sungai sampean.


Profil Kabupaten Situbondo

I.1. Letak Geografis
Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang letaknya berada di ujung timur Pulau Jawa bagian utara dengan posisi antara 7°35′ – 7°44′ Lintang Selatan dan 113°30′ - 114°42′ Bujur Timur.
Letak Kabupaten Situbondo di sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah selatan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo.
I.2. Potensi Wilayah
Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.850 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur lebih kurang 140 Km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah selatan berdataran tingggi. Wilayah kecamatan terluas adalah Kecamatan Banyuputih, dengan luas 481,67 Km2. Disebabkan oleh luasnya hutan jati di perbatasan antara Kecamatan Banyuputih dengan wilayah Banyuwangi Utara. Sedangkan wilayah kecamatan terkecil adalah Kecamatan Besuki yaitu 26,41 Km2. Dari 17 kecamatan yang ada, diantaranya terdiri dari 14 kecamatan yang memiliki pantai dan 4 kecamatan tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Situbondo dan Kecamatan Panji.
Temperatur rata – rata di wilayah Situbondo berkisar 24,7° C – 27,9° C dengan rata–rata curah hujan antara 994 mm – 1.503 mm per tahunnya sehingga daerah ini menurut Klasifikasi Iklim Schmidt dan Fergusson tergolong daerah kering. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian antara 0 – 1.250 m di atas permukaan laut.
Produk Domestik Regional Bruto
Definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah/wilayah tertentu dalam satu tahun. Nilai PDRB diperoleh dengan menghitung nilai tambah dari seluruh sector ekonomi, yaitu dengan mengalikan kuantum nilai produksi dengan harga dikurangi dengan biaya yang ikut serta dalam proses produksi (intermediate cost) (anonim, 2008).
Kontribusi penyumbang terhadap besarnya PDRB adalah sektor perdagangan, pertanian, industri pengolahan, jasa-jasa, angkutan, telekomunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, kontruksi, listrik, gas dan air bersih dan penggalian. Sektor pertanian tidak lagi sangat dominan dalam menyumbang besarnya PDRB. Pada tahun 2004 sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan sumbangan sebesar 33,84 % dari PDRB. Kontibutor kedua adalah sektor pertanian sebesar 31,95 %, kontribusi sektor pertanian sangat ditentukan oleh peranan sub-sektor pertanian seperti tanaman pangan, perkebunan dan perikanan laut yang menjadi potensi daerah
I.3. Potensi Sub Sektor Perkebunan
Sektor pertanian di Kabupaten Situbondo yang memberikan kontribusi terbesar diantaranya adalah produksi dari pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, tambak, hatchery, peternakan dan kehutanan.
Tanaman perkebunan yang mampu memberikan kontribusi terhadap nilai tambah di sektor ini diantaranya komoditi kelapa, kopi, tebu, tembakau, kapuk, kapas, asam jawa, siwalan, cengkeh, jambu mente, pinang dan biji jarak.
Produksi kelapa pada tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2007 sebesar 4.730 ton atau turun 0,84% dari tahun sebelumnya. Kopi ose/kering juga turun sebesar 9,25 %. Sementara produksi tanaman tebu mengalami kenaikan dari 33.717 ton menjadi menjadi 53.872 ton atau naik sebesar 59,78 %. Tembakau juga mengalami kenaikan dari 1.217 ton menjadi 1.331 ton atau naik 9,37 %. Sedangkan produksi tanaman perkebunan lainnya seperti cengkeh, jambu mente, kapuk randu, siwalan, pinang, asam jawa, nilam, melinjo dan jarak perubahannya cukup bervariasi dan kontribusinya tidak terlalu besar terhadap nilai tambah sub sektor perkebunan.
Dari sub sektor perkebunan yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XI diantaranya produksi tebu mengalami kenaikan dari 8.486 ton menjadi 8.527 ton atau naik sebesar 0,48 %. sedangkan yang dikelola perusahaan swasta juga mengalami kenaikan dari 1.289 ton menjadi 1.297 ton atau naik sebesar 0,62 %. Sementara produksi kopi tahun 2007 turum 1,26 % dibanding tahun 2006. (Biro Pusat Statistik Kab. Situbondo, 2008).

Asal Mula Kabupaten Situbondo

Berdasarkan Legenda Pangeran Situbondo, nama Kabupaten Situbondo berasal dan nama Pangeran Situbondo atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo, dimana sepengetahuan masyarakat Situbondo bahwa Pangeran Situbondo tidak pernah menampakkan hal tersebut dikarenakan keberadaannya di Kabupaten Situbondo kemungkinan sudah dalam keadaan meninggal dunia akibat kekalahan pertarungannya dengan Joko Jumput, sehingga hanya ditandai dengan ditemukannya sebuah ‘odheng’ (ikat kepala). ‘odheng’ Pangeran Situbondo yang ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan dan sekarang dijadikan Ibukota Kabupaten Situbondo.
Sedangkan menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, arti kata SITUBONDO berasal dan kata: SITI = tanah dan BANDO = ikat , ha! tersebut dikaitkan dengan suatu keyakinan bahwa orang pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo, kenyataan ini mendekati kebenaran banyak orang pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo. Legenda Pangeran Situbondo Pengeran Situbondo atau Pengeran Aryo Gajah Situbondo besaral dan Madura, pada suatu ketika dia ingin meminang Putni Adipati Suroboyo yang terkenal cantik, maka datanglah Pangeran Situbondo ke Surabaya untuk melamar Putri Adipati Suroboyo, namun sayang keinginan Pangeran Situbondo sebenarnya ditolak oleh Adipati Suroboyo, akan tetapi penolakannya tidak secara terus-terang hanya diberi persyaratan untuk membabat hutan di sebelah Timur Surabaya, padahal persyaratan tersebut hanyalah suatu alasan yang maksudnya untuk mengulur-ulur waktu saja, sambil merencanakan siasat bagaimana caranya dapat menyingkirkan Pangeran Situbondo. Kesempatan Adipati Suroboyo menjalankan rencananya terbuka ketika keponakannya yang bernama Joko Taruno dari Kediri, karena rupanya Joko Taruno juga bermaksud menyunting putrinya dan Adipati Suroboyo tidak keberatan namun dengan syarat Joko Taruno harus mengalahkan Pangeran Situbondo terlebih dahulu.
Terdorong keinginannya untuk menyunting sang putri, maka berangkatlah Joko Taruno ke hutan untuk menantang Pangeran Situbondo, namun sayang Joko Taruno kalah dalam pertarungan tetapi kekalahannya tidak sampai terbunuh, sehingga Joko Taruno masih sempat mengadakan sayembara bahwa “barang siapa bisa mengalahkan Pangeran Situbondo akan mendapatkan hadiah separuh kekayaannya”. Mendengar sayembara tersebut datanglah Joko Jumput putra Mbok Rondo Prabankenco untuk mencoba maka ditantanglah Pangeran Situbondo oleh Joko Jumput, dan ternyata dalam pertarungan tersebut dimenangkan Joko Jumput, sedangkan Pangeran Situbondo tertendang jauh ke arah Timur hingga sampai di daerah Kabupaten Situbondo ditandai dengan ditemukannya sebuah ‘odheng’ (ikat kepala) Pangeran Situbondo, yang tepatnya ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Situbondo.
Selanjutnya kembali ke Surabaya dimana di hadapan Adipati Suroboyo kemenangan Joko Jumput atas Pangeran Situbondo diakui oleh Joko Taruno sebagai kemenangannya, narnun Adipati Suroboyo tidak begitu saja mempercayainya, maka untuk membuktikannya disuruhlah keduanya bertarung untuk menentukan siapa yang menjadi pemenang sesungguhnya. Akhirnya pada saat pertarungan terjadi Joko Taruno tertimpa kutukan menjadi patung “Joko Dolog” akibat kebohongannya. Sejarah Kota Situbondo Sejarah Kabupaten Situbondo tidak terlepas dan sejarah Karesidenan Besuki, sehingga kita perlu mengkaji terlebih dahulu sejarah Karesidenan Besuki. Yang membabat Karesidenan Besuki pertama kali adalah Ki Pateh Abs (± th 1700) selanjutnya dipasrahkan kepada Tumenggung Joyo Lelono.
Karena pada saat itu juga Belanda sudah menguasai Pulau Jawa (± th 1743) terutama di daerah pesisir termasuk pula Karesidenan Besuki dan dengan segala tipu-dayanya, maka pada akhirnya Tumenggung Joyo Lebono tidak berdaya hingga Karesidenan Besuki dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Pada rnasanya (± th 1798) Pemerintahan Belanda pernah kekurangan keuangan untuk rnembiayai Pemerintahannya, sehingga Pulau Jawa pernah dikontrakkan kepada orang China, kemudian datanglah Raffles (± th 1811 - 1816) dan Inggris yang mengganti kekuasaan Belanda dan menebus Pulau Jawa, namun kekuasaan Inggris hanya bertahan beberapa tahun saja, selanjutnya Pulau Jawa dikuasai kembali o!eh Belanda, dan diangkatlah Raden Noto Kusumo putra dan Pangeran Sumenep Madura yang bergelar Raden Tumenggung Prawirodiningrat I (± th 1820) sebagai Residen Pertama Karesidenan Besuki.
Da!am masa Pemerintahannya banyak membantu pemerintahan Belanda dalam membangun Kabupaten Situbondo, antara-lain Pembangunan Dam Air Pintu Lima di Desa Kotakan Situbondo Setelah Raden Prawirodiningrat I meninggal-dunia sebagai penggantinya adalah kaden Prawirodiningrat II (± th 1830). Dalam masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat II banyak menghasilkan karya yang cukup menonjol antara-lain berdirinya Pabrik Gula di Kabupaten Situbondo, dimulai dan PG. Demaas, PG. Wringinanorn, PG. Panji dan PG. Olean, maka atas jasanya tersebut Pemerintah Belanda memberikan hadiah berupa “Kalung Emas Bandul Singa”. Perlu diketahui pula pada masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat II wilayahnya hingga Kabupaten Probolinggo, terbukti salah seorang putranya yang bernama Raden Suringrono menjadi Bupati Probolinggo.
Setelah Raden Prawirodiningrat II meninggal-dunia sebagai penggantinya adalah Raden Prawirodiningrat III (± th 1840). Tetapi dalam masa Pemerintahan Raden Prawirodiningrat III perkembangan Karesidenan Besuki kalah maju dibanding Kabupaten Situbondo, mungkin karena di Kabupaten Situbondo mempunyai beberapa pelabuhan yang cukup menunjang perkembangannya, yaitu antara-lain  Pelabuhan Panarukan, Kalbut dan Jangkar, sehingga pada akhimya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Situbondo dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Dipoetro diangkat sebagai Bupati Pertama Kabupaten Situbondo, dan wilayah Karesidenan Besuki dibagi menjadi 2 yaitu: Besuki termasuk Suboh ke arah Barat hingga Banyuglugur ikut wilayah Kabupaten Bondowoso dan Miandingan ke arah Timur hingga Tapen ikut wilayah Kabupaten Situbondo, hal ini terbukti dan logat bicara orang Besuki yang mirip dengan logat Bondowoso dan logat bicara orang Prajekan mirip dengan logat Situbondo.
Perubahan Nama Kabupaten Pada mulanya nama Kabupaten Situbondo adalah “Kabupaten Panarukan” dengan Ibukota Situbondo, sehingga dahulu pada masa Pemerintahan Belanda oleh Gubernur Jendral Daendels (± th 1808 - 1811) yang membangun jalan dengan kerja paksa sepanjang pantai utara Pulau Jawa dikenal dengan sehutan “Jalan Anyer - Panarukan” atau lebih dikenal lagi “Jalan Daendels”, kemudian seiring waktu berjalan barulah pada masa Pemerintahan Bupati Achmad Tahir (± th 1972) diubah menjadi Kabupaten Situbondo dengan Ibukota Situbondo, berdasarkan Peratunan Pemerintah RI Nomor. 28 / 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan Pemerintah Daerah Perlu diketahui pula bahwa Kediaman Bupati Situbondo pada masa lalu belumlah berada di lingkungan Pendopo Kabupaten namun masih menempati rumah pribadinya, baru pada masa Pemerintahan Bupati Raden Aryo Poestoko Pranowo (± th 1900 - 1924), dia memperbaiki Pendopo Kabupaten sekaligus membangun Kediaman Bupati dan Paviliun Ajudan Bupati hingga sekarang ini, kemudian pada masa Pemerintahan Bupati Drs. H. Mohamad Diaaman, Pemerintah Kabupaten Situbondo memperbaiki kembali Pendopo Kabupaten sejak tahun 2002.

Air Terjun Setancak

Air terjun ini berada di desa Mojosari, kecamatan Asembagus, Situbondo.Dengan lama perjalanan kurang lebih 3 - 4 jam dari pusat kota. Nama air terjun Setancak diambil dari kata daerah setempat yaitu kata “Tancak “ (dalam bahasa Madura) yang artinya adalah air yang memancar.

Hal ini menggambarkan asal muasal terbentuknya air terjun Setancak yang keluar dari dalam tanah yang keluar tiba-tiba. Air terjun Setancak memiliki ketinggian ± 8 m dan lebar mencapai 10 m, jadi tidak mengherankan apabila air terjun Setancak memiliki debit alir 80 liter/detik.

Untuk mencapai obyek wisata ini Anda harus melakukan perjalanan sejauh 5 km dengan kendaraan roda empat, 3 km dengan kendaraan roda dua, dan sekitar ± 2 km berjalan kaki. Jadi bagi Anda yang menyukai wisata jalan kaki, obyek ini merupakan pilihan tepat.

Selain pemandangan air terjun, ditempat ini, Anda akan disuguhi dengan pemandangan menarik lainnya, yaitu populasi burung Walet disamping air terjun. Konon air terjun Setancak ini merupakan tempat pemandian burung-burung Walet itu.

Kejadian menarik ini dapat Anda saksikan pada pukul 06.00 WIB (pagi) dan pada pukul 17.00 WIB (5 sore) hari.
Meskipun begitu, belum adanya kegiatan dan penggunaan promosi yang mencukupi menyebabkan keberadaan air terjun ini belum diketahui oleh para wisatawan lokal, nasional maupun internasional. Namun, karena belum tersentuh oleh banyaknya faktor manusia sehingga kealamian wisata alam ini dapat diperhitungkan untuk dapat melewatkan hari istirahat untuk berekreasi ke wisata air terjun ini.
Mari kita buktikan keindahan alamiahnya!!!

Tradisi Petik Laut

Bentuk rasa syukur kepada Allh SWT atas segala limpahan karunianya banyak macamnya. Namun bagi komunitas nelayan, menunjukkan rasa syukur atas melimpahnya hasil tangkapan laut serta selalu selamat tanpa bencana serta rintangan apapun, hanya dikenal dengan ritual "Petik Laut" dan "larung saji".

Ritual ini yang selalu dinantikan dan rutin dilakukan dikalangan komunitas nelayan, termasuk nelayan petik laut di Desa Kilen Sari, Kecamatan Panarukan. Upacara ritual yang selalu dipadati ribuan warga nelayan tersebut merupakan acara puncak. Ada pemutaran film, pentas seni, pementasan musik gambus, orkes dangdut, dan tari gandrung banyuwangi. Ada juga Pengajian dan berbagai lomba untuk masyarakat nelayan. seperti renang bebas, domino, catur, tari, tarik tambang, dan panjat pinang.

Inti kegiatan petik laut adalah saat pelarungan sesaji ke tengah laut, sesaji itu disatukan dalam sebuah perahu kecil. Isinya macam-macam, namun yang paling menonjol adalah kepala sapi. Sebelum dilarung, sesaji itu telah melalui serangkaian ritual. Perahu sesaji diturunkan kelaut beramai-ramai kemudian dilarung ketengah dan ditenggelamkan. Sekretaris Panitia Petik Laut menambahkan "petik laut untuk melestarikan budaya bangsa". Sumberdananya berasal dari swadaya murni masyarakat nelayan. Mulai sumbangan dari pemilik perahu, kapal selerek, porsen, gandrung, dan kapal jurung. "Ditambah partisipasi dari pengusaha, masyarakat umum kilensari, instansi terkait, serta semua nelayan kilensari," ungkapnya. Membuang sesaji ketengah laut diyakini warga nelayan khususnya warga kilensari akan membawa keselamatan bagi Nelayan.
Tradisi tersebut juga diyakini mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi nelayan yang ditandai melimpahnya ikan (hasil laut). Jadi tidak heran lagi jika dalam upacara pelarungan sesaji ketengah laut saat itu juga diikuti ratusan kapal nelayan Pondok Mimbo, yakni warga nelayan yang ada dikawasan Banyuputih. Mereka berjejer disamping kiri kanan dan belang sesaji sehingga ketengah laut. Begitu iring-iringan perahu pembawa sesaji tiba ditengah laut, sesaji ditenggelamkan. Begitu perahu membawa sesaji atau gethek tenggelam, mereka langsung berebut mengambil air laut yang ada disekitar prahu saji untuk disiramkan keperahunya.

Wisata Petilasan Pecaron

BUKIT PECARON
Bukit Pecaron di Desa Pasir Putih, Kecamatan Bungatan merupakan salah satu objek wisata religi andalan di Situbondo. Puncak bukit itu diyakini merupakan salah satu petilasan (tempat munajat) Syekh Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri. Bahkan sebagian orang meyakini tempat tersebut bukan petilasan, tetapi justru lokasi sang Syekh dimakamkan.

Lokasi bukit Pecaron cukup mudah dijangkau. Tempatnya berada di tepi laut dan tebingnya curam menjulang tinggi. Memandangnya, mengingatkan pada pemandangan khas pura di Uluwatu, Bali. Sisi utara bukit Pecaron memang berbatasan langsung dengan laut. Jika berada di atas bukit, kita bisa leluasa melihat hamparan laut membentang.

Ada legenda yang berkembang di daerah Pasir Putih dan sekitarnya. Dikisahkan, konon bukit Pecaron dulu tidak menyatu dengan daratan. Lokasi bukit ini cukup jauh dari daratan. Untuk mencapainya bukit itu, orang harus menggunakan perahu. Tapi dengan keistimewaan Syekh Maulanan Ishaq, bukit tersebut menyatu dengan daratan. Sehingga memudahkan masyarakat yang akan berkunjung. Memang, legenda tersebut cukup sulit dinalar dengan akal. Tetapi kisah-kisah seperti itu berkembang dan dipercaya sebagian warga Pecaron dan sekitarnya. Sementara itu, keberadaan petilasan Syekh Maulana Ishaq di bukit itu memang mendatangkan berkah bagi masyarakat sekitar. Warga banyak membuka warung dan berjualan sovenir. Jualan mereka dikemas semenarik mungkin, agar bisa memikat hati pengujung yang akan berziarah ke bukit Pecaron.

Tradisi Ojung Penolak Bala

Banyak cara dilakukan warga untuk menghindari datangnya bencana atau tolak bala. Di Situbondo, Jawa Timur misalnya dikenal tradisi Ojung yang berupa atraksi saling memukul dengan rotan. Warisan leluhur ini hingga saat ini masih dilestarikan.
Beginilah suasana Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Sitobondo saat warga menggelar kegiatan selamatan desa. Mereka tampak berkumpul dan membawa aneka makanan dan sesaji hasil pertanian.
Arak-arakan pembawa sesajian ini berakhir ditempat yang diyakini warga sebagai tempat yang sakral. Sesajian kemudian diletakkan kedalam sebuah kurungan atau yang biasa disebut warga setempat dengan sebutan leging.
Dan ini adalah tradisi Ojung. Tradisi saling pukul badan dengan menggunakan senjata rotan ini dimainkan oleh dua orang. Kedua peserta Ojung saling bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta satu memukul, maka lawannya akan berusaha menangkis dan menghindar.
"Tradisi ini merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh kepala desa yang bertujuan untuk menghindari bencana alam, dihindari cari carok, sebab kalau Ojung tidak diadakan setiap tahunnya selalu terjadi carok" ujar sesepuh adat.
Pemenang akan ditentukan oleh beberapa orang wasit berdasarkan jumlah pukulan yang masuk yang ditandai dengan luka bekas sabetan rotan di tubuh.

PG Olean

Harian Belanda de Volkskrant beberapa saat lalu menyoroti
kondisi pabrik pabrik gula di Situbondo, Indonesia yang terbengkalai selama 50 tahun. Pabrik gula.
Olean di Situbondo masih menggunakan tenaga uap seperti ketika dibangun oleh
perusahaan Hoboken Rotterdam tahun 1849. Selain Olean,Situbondo, Jawa Timur juga mengenal 16 pabrik gula yang hampir semuanya bikinan Belanda. 100 tahun lalu para pengusaha gula mengeruk keuntungan dari gula kualitas tinggi. Kala itu Jawa Timur adalah gudang gula terbesar dunia setelah Kuba. Pabrik gula Jatiroto saat itu terbesar di dunia. Pabrik-pabrik itu telah lama ditinggalkan pendirinya, tapi sampai detik ini masih bekerja memeras tebu.
Tahun 1957 perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasikan. Dan sejak itu hampir tidak ada upaya modernisasi pabrik gula. Paling banter hanya mengganti mesin yang rusak. Saat inipun tidak cukup tebu untuk diolah. Jaman Belanda dulu petani wajib menanam tebu pada sepertiga lahannya. Kewajiban itu sekarang tidak ada lagi, dan karenanya Indonesia harus mengimpor gula. Setiap tahun dibutuhkan 3,3 juta ton gula, sementara yang di produksi hanya 2,2 juta ton. Impor gula ini merupakan kenyataan pahit, yang juga harus mengimpor minyak, padahal Indonesia punya banyak minyak dan gas. Impor ini membuktikan betapa ceroboh Indonesia mengelola kekayaan alamnya.
Demikian de Volkskrant.
Direksi PTPN XI sedang menggarap rencana penyelamatan industri gula. beberapa  pabrik akan ditutup, sebagian lagi akan digabung dan diperluas untuk meningkatkan produksi. Di seluruh Indonesia bakal ada delapan pabrik besar baru. Ini tetap merupakan kerja tambal sulam, de Volkskrant mengutip Rene van Sloten, utusan organisasi pensiunan manager Belanda. Menurut Van Sloten, pabrik gula Olean di Situbondo dinobatkan sebagai pabri uap terindah di dunia. Mungkin satu satunya pabrik di dunia dengan mesin uap yang masih bekerja penuh. Karenanya harus dilestarikan.

Wisata Peningglan Jaman Purbakala

Selain keindahan serta potensi objek wisata, Bondowoso juga menyimpan sejumlah situs purbakala yang bersejarah. Benda purbakala atau situs Megalitikum yang berada di hampir semua kecamatan ini merupakan benda peninggalan jaman purba kurang lebih 1000 tahun lalu.

  Salah satu benda tersebut adalah Sarkofagus. Sarkofagus merupakan bagian dari Situs Megalitik. Ia juga dikenal sebagai "Keranda" yang terbuat dari batu atau jenis wadah lainnya, tetapi memiliki tutup atau penutup juga. Tetap dari periode megalitik ditemukan di pusat kota, di lereng Bukit Besar. Ada batu sarkofagus, patung batu dan kursi batu.

  Fungsinya adalah sama dengan kuburan batu / dolmen. Hal ini muncul di beberapa desa, misalnya, satu ditemukan di desa Glinseran, Wringin kabupaten, sekitar 19 km sebelah barat kota Bondowoso. Jarak antara Bondowoso Wringin adalah sekitar 17 km dan dapat dicapai dengan transportasi umum.



  Ada beberapa benda bersejarah lagi yang tersebar di beberapa tempat misalnya situs Glingseran , Situs Megalith “Menhir”(Desa Wringin, Kecamatan Pakem), situs Pekauman (Kecamatan Grujugan) dan situs Dawuhan Suco Lor (Kecamatan Maesan)

Gua Jireg

Gua unik satu ini mungkin masih belum banyak diketahui oleh para wisatawan bahkan mungkin masih sedikit warga Bondowoso yang tau akan keberadaan gua ini, Gua Butho, Jireg Bondowoso ini terbilang unik karena menurut sumber dari sebuah situs yang saya dapat, gua kecil ini kental akan nuansa Hindu-Budha yang tampak dari bentuk ukirannya,  selain itu, sedikit bagian dari gua ini diselumuti oleh akar pohon yang terlihat eksotik nan cantik.
  Gua Butho ini berada di Kabupaten Bondowoso tepatnya di Desa Jireg Kecamatan Cerme. Lokasi tepat berada di sisi tebing di Desa Jireg dengan panorama tebing curam. Perjalanan akan lebih mudah dan cepat bila memakai kendaraan roda dua namun dengan roda empat juga bisa, kondisi jalan  sebagian ada yang rusak. Jalan yang  akan dilalui cenderung naik turun tajam karena badan jalan persis melalui Punggung Bukit.

Wisata Rumah Tua

Rumah - rumah peninggalan belanda sangatlah banyak bisa dijumpai, hal itu sangatlah menarik karena bentuk rumah yang besar dan penataan lingkungan yang artistik membuat saya semakin ingin mengulas tentang keberadaan rumah tua yang berada di Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo.
ada beberapa rumah tua yang terletak di beberapa penjuru daerah Besuki, rumah - rumah tua tersebut menyimpan banyak misteri yang diyakini oleh beberapa masyarakat bahwa kebanyakan rumah tua yang ada di kampung saya itu ANGKER, banyak kejadian mistis yang terjadi, misalanya rumah tua yang berada di jalan gunung ijen, pada saat pernikahan salah seorang putri pemilik rumah tersebut banyak kejadian - kejadian yang tidak bisa diterima oleh akal.
pada malam sebelum hari H, tradisi yang dilakukan adalah melle'an yang biasanya para orang - orang dikampung saya bermain domino dan sebagainya. malam itu saya dan kawan - kawan saya juga melle'an akan tetapi, salah satu kursi disebelah saya bergeser dengan sendirinya, akan tetapi, saya dan kawan - kawan saya saya sudah terbiasa dengan hal itu. tidak hanya itu, pada saat prosesi akad pernikahan berlangsung, orang - orang yang menjadi juru masak berteriak - teriak, mereka mengaku didatangi sesosok perempuan cantik berparas londo akan tetapi memegang ular di tangan kirinya.
bentuk peningglan lainnya adalah PG.demaas yang pada saat ini sudah tidak beroperasi lagi dikarenan Human Error, beberapa bangunannya masih kental dengan bentuk bangunan yang pernah dibangun oleh belanda yang  pernah menempati rumah tersebut. di salah satu tembok rumah yang bersebelahan dengan jalan menuju kearah lapangan demaas juga ada bukti sejarah tentang peperangan yang terjadi karena masih adanya beberapa bercak darah yang tersisa. disitulah juga banyak kejadian aneh yang dirasakan, akan tetapi saya secara pribadi belum pernah merasakannya, pernyataan itu saya dapat dari beberapa orang di daerah sana.
hal itu tidak hanya terjadi di salah satu rumah itu akan tetapi kejadian serupa kadang kala juga terjadi di beberapa rumah tua peninggalan belanda. namun hal itu tidak mengurungkan beberapa kalangan untuk tetap menikmati keasyikan dan ke eksotisan rumah tua, misalanya saja, gedung tua bekas hotel yang dikenal dengan HOTEL SCOMBERG yang terdapat di sebelah timur kantor polisi (polsek) yang penah dipakai untuk membuat film yang semua teknisi, pemain, artis dan produsernya orang belanda, impian mereka ketika melakukan jumpa pers, mereka ingin membuat sebuah cerita yang menceritakan asal nenek moyang mereka (para pelaku adalah asli keturunan belanda yang pernah lahir di Besuki).semakin komplek lah keunikan rumah tua yang beada di kampung saya, namun bagi para masyarakat yang ingin singgah, janganlah takut pada hal - hal yang sudah saya tulis diatas karena itu hanyalah sebuah sugesti belaka.
wisata rumah tua sangatlah bisa menjadi salah satu alternatif bagi seluruh masyrakat karena tidak hanya menjadi objek wisata alternatif akan tetapi bisa memberikan pelajaran sejarah yang sangat berharga bagi para muda mudi khusunya bagi mereka yang masih mau belajar...........

Selasa, 10 Mei 2011

Hutan Baluran

Ini merupakan pengalam saya ketika saya melewati dan melakukan observasi tentang keadaan geologis hutan baluran. hutan ini memiliki beberapa keistimewaan, saya akan bercerita satu persatu. hutan baluran merupakan hutan kering yang terdapat di jawati timur khususnya kabupaten Situbondo, hutan baluran memiliki banyak jenis tumbuhan dan keunikan - keunikan lainnya, ada juga yang beranggapan bahwa banyka hal mistis yang terjadi di hutan baluran. jalan yang melintasi hutan baluran banyak menyimpan keanehan - keanehan, teman saya ketika melintasinya dengan menggunakn mobil menuju ke banyuwangi tiba - tiba saja dikejutkan oleh sesosok wanita paruh baya yang menyeberang dari sisi jalan kesisi lainnya, ketika sopir membunyikan klakson dengan seketika perempuan paruh baya tersebut menyeringan dan mesin kendaraan mati seketika dan asap mengepul di dalam mobil, untung saja rombangan saya di belakang yang kebetulan pada saat itu harus berhenti sebentar untuk buang air melihat kendaraan temen saya sudah berada di jalan yang salah yang banyak orang menyebutnya dengan cora tangis.
tidak hanya itu, pengalaman saya ketika saya berkendara sepeda motor dari arah banyuwangi yang kebetulan saya dari Bali saya juga mengalami hal aneh, saya dan temen saya terjatuh karena saya dipanggil oleh seorang bapak - bapak yang cacat, beliau buta tpi ketika saya menolongnya, saya sudah berada di sisi jalan dengan banyak luka begitu juga yang dialami temen saya.
saya menyarankan kepada para pengguna jalan, berhati - hati, yakinkan diri anda. tpi tidak hanya hal aneh yang terjadi, hutan baluran sangat banyak menyimpan keaneka ragaman hayati, hutan yang terkenal akan Bantengnya sangatlah cocok dinikmati oleh orang - orang yang sangat mencintai hewan karena disitu juga terdapat peternakan hewan Banteng ysnhg tentunya sangatlah enak dinikmati.

Pantai Pathek

Pathek beach atau Pantai Pathek salah satu alternatif wisata pantai yang berada di utara kota situbondo, entah siapa yang menamai pantai ini dengan nama pathek. Dan apa arti dari pathek itu sendiri, sampai tulisan ini dibuat saya tidak tahu, hehehehe. Apa karena dipantai ini setiap malam selalu ditempati para pemuda-pemudi untuk pacaran karena tempatnya yang jauh dari keramaian kota dan cukup remang-remang atau bisa dikatakan gelap untuk sekedar bercumbuan, apalagi pas malam minggu dijamin deh rame (gak percaya buktikan sendiri), kalau datangnya agak telat kira-kira jam 7an malam bisa-bisa gak kebagian tempat untuk pacaran, hehehehe.
Banyak juga atau sebagian besar orang sini yang mendefinisikan pathek dengan kepanjangan pacaran tek-ngetek (yang dalam kamus bahasa madura artinya pacaran secara sembunyi-sembunyi).
Tetapi dibalik semua itu pantai ini memiliki keindahan yang tidak kalah dengan wisata pantai pasir putih, terbukti dengan selalu ramenya dikunjungi oleh wisatawan-wisatan domestik baik itu yang berasal dari situbondo sendiri atau kota-kota sekitar seperti bondowoso, jember ataupun kota lain untuk sekedar bersantai, melihat pemandangan pantai, mandi dipantai ataupun lain sebagainya. Sampai postingan ini dibuat Pemerintah Daerah kayaknya masih melakukan polling untuk menjadikan pantai pathekmenjadi wisata komersil ini seperti pantai pasir putih.
bisa dipastikan bahwa siapapun yang datang mengunjungi pantai ini akan merasakan nuansa yang berbeda dari pantai-pantai yang lain yang berada disitubondo.  nuansa yang romantis sangat pas bagi muda mudi yang ingin memadu kasih namun apak memang pantas pantai yang inda seperti pantai pathek harus dijadikan tempat mesum?? saya harap anda para pengunjung bisa memberi penilaian terhada keindahan pantai pathek dan bagaimana cara melestarikan keindahannya.

Pasir Putih

Pantai yang terdapat di daerah situbondo cukup eksotis khususnya pantai pasir putih. pantai yang memiliki panjang 2 km dengan hamparan pasir putih yang indah dan landai menambah keindahan pantai pasir putih, butiran halus pasirnya sangat lembut ketika terinak oleh kaki para pengunjung.
teriknya matahari tidak membuat aku malas untuk menikmati alam pasir putih, beraneka ragam barang - barang dagangan berbahan dasar kerang menambah keeksotisan pantai pasir putih. banyak turis asing maupun lokal datang ke pantai pasir putih tak hanya menikmati suguhan keindahan alam namun mereka berbelanja oleh - oleh cindera mata khas pantai pasir putih.
decak kagumku seakan ga pernah hilang ketika q mengunjungi salah satu terumbu karang, masyaallah,, luar biasa. terumbu karang yang indah namun sudah banyak terumbu karang yang rusak akibat para nelayan yang tidak bertanggung jawab.
apakah keindahan pantai dan terumbu karang ini harus rusak akibat para manusia yang tidah memilik hati nurani?? kekurang asadaran masyarakat terhadap kelangsungan hidup hewan - hewan laut harus menjadi topik utama para pelestari lingkungan karena jika tidak,, musuh utama mereka adalah para nelayan yang dengan seenaknya memanfaatkan potensi alam pasir putih..
nuansa asri yang ditawarkan membuat objek pariwisata yang satu ini digeari banyak pengunjung,, banyaknya tempat penginapan merupakan sebuah pelayanan yang cukup istimewa karena saya melihat kebutuhan mendasar jika harus berlibur kesebuah objek wisata adalah tempat penginapan.
di siu juga terdapat dermaga yang mengarah ketengah laut walaupun keaadaannya kurnag terjaga namun tidak mengurangi decak kagum saya karena saya bisa menikmati ikan - ikan yang bergerumus didekat dermaga, saya berfikir, samapi kapan ini akan tetap ada..
mudah - mudahan dengan tulisan saya ini,, ada kesadaran dari setiap insan manusia untuk menghargai lama dan ikut melestarikan keindahan alam ini..... !!!!

Minggu, 08 Mei 2011

TANCAK KEMBAR

tempat wisata ini merupakan tempat pariwasata alternatif, dua air terjun yang dikenal oleh masyarakat Andongsari kecamatan Pakem - Bondowoso karena dua air terjun yg debit airnya hampir sama dan berjejeran. untuk bisa mencapai tancak kembar ini dengan melalui Besuki sampai di perempatan Buduan kearah Bondowoso. namun perlu diketahui, jalan yang kurang mendukung untuk mencapai tancak kembar membuat perjalanan menjenuhkan.
harapannya pemerintah mau untuk melakukan renovasi termasuk sarana dan prasana kamar mandi yang tidak terpenuhi. jalan makadan/berbatu menemani perjalananku menuju ke tancak kembar, sungguh mengenaskan jika motor yang aku pakai harus berjibaku dengan medan yang berat, q merasa kecewa kepada pemerintah karena kekurang sadaran dalam mengelola objek wisata tancak kembar.
keindahan dan ke eksotikannya seakan akan pudar oleh pelayanan yang kurang teramin sehingga banyak turis lokal maupun asing merasa kecewa.
akupun demikian, perjalan yang cukup jauh dan juga jalan rusak membuat q lelah dan engan lagi untuk menuju kesana namun sesampainya di tempat tujuan, subhanallah...!!! luar biasa, sangat menakjubkan, rasa lelah, kecewa, marah langsung hilang ketika sudah berda di tancak kembar. hawa sejuk dan menghijaunya area sekitar air terjun yang memiliki tinggi tebing 77m yang menghembuskan butiran - butioran air kecil sehingga menambah kesejukan alam tancak kembar.
tidak hanya itu, disana juga terdapat pusat penelitian kopi arabika dan cacao yg menghiasi sepanjang perjalanan menujuair terjun tancak kembar sehingga rasa lelah dapat terobati. pemandangan yang luar biasa, jauhnya jalan, dan juga kerusakan jalan tidak menghentikanku untuk memuji keindahan air terjun tancak kermar,, sunggu luar biasa. tak henti - hentinya aku memuji.....!!!

PUNCAK RENGGANIS

Aku tidak membayangkan, bagaimana mungkin kami bisa melaluinya pada malam hari kemarin? Ternyata medannya ngeri baget…! Tapi mungkin benar kata-kata bijak yang menyebutkan "Mereka yang percaya sesuatu itu mustahil, akan selalu mendapati hal itu memang mustahil. Sementara mereka yang percaya tidak ada yang mustahil akan selalu menemukan jalan".  
Aku dan kawan-kawanku sudah siap berangkat menuju desa Badera karena pendakian kami akan berawal dari sini. Pukul 05.30 angkot yang akan mengantar kami ke Desa Baderan sudah siap dengan kesepakatan harga 5000 rupiah per orang. Setelah berpamitan pada orang tua masing-masing, serta melapor pada petugas polsek Besuki, kami pun berangkat. Sekitar 1 jam kemudian, kami sampai di Desa Baderan. Kami mampir terlebih dahulu ke sebuah warung sederhana di dekat pos BKSDA Argopuro Baderan. Menu yang disajikan adalah nasi jagung plus sayur pecel dengan lauk tempe dan ayam goreng.. Cukup nikmat, tapi pedesnya itu lho...!! Ampun deh… Puas mengisi perut, pukul 7.30 kami bersama-sama menuju pos BKSDA untuk melaporkan rencana pendakian kami. Usai ngobrol sejenak dan para cewek (dan temen cowok yang centil) sibuk memakai sun block, kami memulai perjalanan pada pukul 08.15, tanpa lupa untuk berdoa dan berfoto ria terlebih dulu.
Udara cukup cerah dan menyengat. Beberapa bukit yang berganti menjadi areal persawahan nampak menjulang jelas. Pantas saja longsor di lereng argopuro beberapa tahun lalu cukup hebat, penggundulannya pun tak tanggung-tanggung…!!! Kami menyusuri sepanjang aliran sungai bening yang menggoda mengajak mandi. Dan benar saja, ada seorang wanita yang sedang mandi didepan kami…hhihi…jadi malu sendiri. Tapi si wanita cuek saja, meski dia tahu ada teman2 cowok yang melintas disampingnya.. Kata seorang teman, "ini nih, bonus pertama…" hehehee…
Tak lama menyusuri sungai, jalanan berganti dengan jalan makadam/berbatu yang menanjak. Keringat pun mengucur semakin deras seiring nafas yang memburu. Tapi kondisi tersebut tidak berjalan lama. Sekitar 1 jam ketika kami mulai meninggalkan area jalan berbatu dan berganti perkebunan tebu, hujan mulai mengguyur kian deras. Hujan terus saja membasahi tubuh-tubuh kami yang mulai kedinginan hingga Pos Mata Air 1. Sejenak kami berhenti untuk menyantap kentang dan telur rebus yang dibawa Topek. Beberapa teman cowok berinisiatif untuk mengambil air di sumber air yang letaknya dilereng jalanan. Namun karena ternyata kondisi jalan menuju mata air licin, niat tersebut pun urung. Kami pun melanjutkan perjalanan yang ternyata sudah begitu jauh dari waktu standar. Apalagi kami berniat untuk nge camp di Cikasur malam itu. Perjalanan menuju Pos Mata Air 2 terasa makin berat ketika hujan makin deras dan jalanan yang makin menanjak. Mungkin dalam kondisi kering, jalanan akan dengan mudah didaki, tapi karena aliran air hujan yang begitu deras, jalanan menjadi licin. Belum lagi kaki-kaki kami mulai terasa dingin meski beberapa dari kami termasuk aku, sudah memakai sepatu.
Sementara hari mulai gelap dan hujan terus mengguyur, kami tak jua menemukan Pos Mata Air 2. Lalu jam berapa bisa sampai Cikasur??? Aku mulai dirambati rasa jengkel dan sesal. Jengkel karena ternyata sejauh ini kami belum juga sampai ke tujuan pertama. Tapi harus menyalahkan siapa?? Kondisi Fauzi pun makin parah .Dia sampai harus dibantu tongkat dalam berjalan. Bahkan kemudian tercetus keinginannya untuk kembali saja ke Baderan!! Ya Allah…apalagi ini? Fauzi yang biasanya punya tenaga kuda karena sering berpuasa waktu naik gunung dan selalu paling depan, kini menyerah??!!! Hal ini sempat membuatku dan 2 teman2 cewek ikut down. Tapi kemudian kukatakan pada Fauzi dan yang lain ketika kami sedang rehat tentang apa yang kubaca dari sebuah buku bahwa " Yang bisa menghentikanmu adalah dirimu sendiri"! Dan rupanya ucapan itu cukup manjur, dan Fauzi pun bersedia melanjutkan perjalanan.

Matahari menghilang dibalik pepohonan dan bukit yang mulai nampak menyeramkan. Dan kami tak juga menemukan pos Mata Air 2. Putri dan Kois pun akhirnya memutuskan untuk nge camp darurat di sebuah tempat landai mengingat kondisi kami yang nampak kelelahan. tenda pun siap ketika maghrib menjelang. Bintang-bintang nampak jelas ketika hujan reda dan mendung menyingkir. Tapi udara yang cukup dingin membuat kami tak ingin berlama-lama diluar tenda, dan kami pun segera merebahkan diri dalam mimpi.
Pukul 09.00 kami bergegas meninggalkan area camp. Targetnya minimal kami harus sampai di Cikasur. Yah.. sedikit meleset dari jadwal karena seharusnya saat ini kami sudah dalam perjalanan dengan target Cisentor. Tapi kami tak mau memaksakan diri. Have fun aja lah… Tak lama berjalan, kami bertemu Pos Mata Air 2.
Ternyata hanya 5 menit dari tempat kami berkemah!! Perjalanan menuju Cikasur kami lalui dengan bugar, bahkan Fauzi yang kemarin lemah pun sekarang berjalan lagi di rombongan depan. 

Jalan yang cukup landai bahkan beberapakali turunan mempercepat perjalanan kami. Keindahan Argopuro mulai kami rasakan ketika kami sampai di sebuah alun-alun kecil yang merupakan sebuah padang rumput. Menurut Putri, sepanjang perjalanan pemandangan seperti inilah yang akan kami nikmati. Padang rumput luas, hutan, terus berganti-ganti. Wow… membayangkannya saja sudah terasa indah. Cuaca selama perjalanan menuju Cikasur pun begitu bersahabat. Barulah ketika kami sudah mendekati Cikasur sekitar pukul 11.30 , hujan gerimis mulai menyapa. Dari kejauhan, nampak padang rumput hijau dengan aliran sungai deras dibawah sana.. Oh, ini kesekian kalinya aku berdecak kagum melihat indahnya alam Argopuro.
Pemandangan makin nampak indah ketika kami sampai di Pondok pendaki Cikasur untuk berteduh. Di belakang pondok terdapat reruntuhan bangunan yang konon bekas markas Belanda. Sementara menunggu hujan reda sembari beristirahat, kami memasak bekal, sedangkan Kois dan Putri mencari selada air di sungai. Mi gelas plus energen hangat begitu melengkapi rasa nikmat kami selama berada di Cikasur. Kami memutuskan untuk menunggu hujan reda untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Cisentor. Menurut Kois, amat riskan jika kami harus mendirikan tenda di Cikasur, karena hawa yang sangat dingin. Hujan benar-benar reda ketika waktu menunjukkan pukul 17.00.tepat sama seperti kemarin. Ketika kami bersiap berangkat, kami mendengar suara burung merak bersahutan di hutan seberang pondok. Sayangnya, dia enggan menampakkan bulu-bulu indahnya pada kami……..
Rombongan pun berangkat menuju Cisentor pukul 17.30.Sedikit terkesan nekat memang,  Ketika kami mulai meninggalkan Cikasur, nampaklah lapangan terbang yang terhampar begitu luas dibawah sana. Begitu apik… Kami terus berjalan menembus padang rerumputan dan hutan hingga malam mulai menjelang dan senter-senter mulai dinyalakan. Ritme berjalan pun mulai melambat karena terbatasnya jangkauan pandang dan hujan mulai mengguyur lagi. Inilah kerugian berjalan malam....
Kami sempat dibingungkan dengan hilangnya tanda/pal yang berfungsi sebagai panduan dan penanda jarak yang ternyata terhalang rimbunnya tanaman dan pepohonan tumbang. Sisa-sisa kebakaran hutan pun sedikit menutup jalur pendakian. Syukurlah, Allah Yang Maha Kuasa masih menyanyangi dan berulang kali memberikan petunjukkan arah yang benar melalui 'tanda-tanda' tertentu. Hampir 5 jam, suara gemericik air pertanda Cisentor tak jua kami dengar. Hingga sampailah kami pada jalur yang cukup sulit karena kondisi jalan yang sempit dan kadangkala tertutup pohon tumbang, dengan tebing menjulang disebelah kanan dan jurang disebelah kiri. Belum lagi kami harus mewaspadai tanaman penyengat yang siap menancapkan durinya disana-sini. Dan topeklah lah yang terpilih untuk mencoba pertama kali Keraguan akan jalur yang benar membuat Kois dan Maman mengecek terlebih dahulu jalan yang ada didepan kami. Tak lama kemudian mereka kembali dan mengatakan medan didepan sana sangat riskan untuk dilalui pada malam hari begini. Akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di jalan dibawah tebing yang menjulang 90 derajat. Dalam keheningan malam yang diisi suara dengkur lelah teman-temanku, aku terus berdoa semoga perjananan kami selalu dilindungi olehNya….
Pukul 06.00 aku dan teman-teman sudah terbangun. Kami semua tertegun menyaksikan medan perjalanan yang kami lalui semalam. Ughh.. aku tidak membayangkan, bagaimana mungkin kami bisa melaluinya pada malam hari kemarin? Ternyata medannya ngeri begitu…! Tapi mungkin benar kata-kata bijak yang menyebutkan "Mereka yang percaya sesuatu itu mustahil, akan selalu mendapati hal itu memang mustahil. Sementara mereka yang percaya tidak ada yang mustahil akan selalu menemukan jalan."

Sejak itulah kepercayaan diriku terus muncul bahwa aku bisa menyelesaikan pendakian ARGOPURO ini. Meski pada hari pertama kemarin, aku mendapat serangan mual yang mungkin bagian dari manifestasi sakitku beberapa waktu lalu. Setelah menyantap sarapan roti bakar oles Blue Band plus strawberry jam dan kopi hangat, kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan Cisentor.
 Jalur yang kami tempuh memang benar, tapi didepan kami (yang dikatakan Kois dan Maman riskan) jalur yang ada begitu 'menantang'. Kami harus berjalan miring melewati sebuah pohon tumbang yang licin dan sudah berjamur dengan jurang dibawahnya. Aku sedikit terpeleset ketika tak sengaja menginjak jamur. Untunglah aku bisa meraih rerumputan tebing..Wiuh, ini benar-benar fear factor!! selanjutnya, jalanan tertutup ilalang yang begitu rapat, ditambah lagi tanaman penyengat siap menghadang.    Dan Auuw… betisku yang telanjang karena cuma memakai celana pendek terkena belaian durinya. Rasa panas, sedikit gatal pun terasa. Tak apa, kupikir. Kalo rasa gatalnya terus saja menetap, aku akan menenggak antihistamin yang kubawa. Tak sampai 10 menit, Cisentor pun sudah nampak didepan mata. Masyaallah, ternyata begitu dekatnya kami dengan sungai jernih ini… Setelah meletakkan ransel di pondok pendaki, aku berniat membasahi tubuh yang sudah terasa lengket karena berhari-hari tak terjamah air. Tapi kami harus segera melanjutkan perjalanan menuju Puncak rengganis. Yah, ritual mandi harus ditunda dulu..
Ransel sepakat kami tinggalkan dipondok yang akan dijaga Putri dan Andre dan hanya membawa minum, snack dan ponco menuju puncak. Langkah kaki terasa ringan selama kami melintasi padang rumput dan hamparan pohon edelweis menuju Rawa Embik. Sayang sekali bunga edelweis tidak menunjukkan keindahannya pada kami. Mungkin karena saat ini sedang musim penghujan, sehingga tampak beberapa bunga yang dulu mekar mulai membusuk. Jalanan menanjak pun tak terhiraukan. Perjalanan dari Cisentor menuju Rawa embik hanya membutuhkan waktu 45 menit. Kami cukup lama beristirahat di Rawa embik. Sambil menikmati indahnya alam, tak lupa kami menyalurkan bakat foto model dengan Maman sebagai sang fotografer.
Puas bernarsis ria, kami berjalan lagi menuju Puncak. Hanya sekitar 40 menit kemudian kami sudah sampai di puncak Rengganis setelah sebelumnya kami berdoa sejenak di papan memoar saudara Anang Purwanto.Di puncak inilah kami serasa berada dalam sebuah kerajaan besar yang kukuh dan berbudaya. Dengan tatanan batu yang mengitari area, bekas-bekas arca, bekas pondasi berkotak-kotak dan juga yang kemungkinan adalah makam. Kabut dan hujan gerimis menyaput ketika kami tepat sampai di puncak Rengganis. Aku menemukan semacam kentheng (tempat menumbuk padi) seperti yang kulihat di puncak Kentheng Songo di gunung Merbabu. Nampak pula tumpukan sesaji seperti ketupat, rokok, bunga sepasar, buah teronggok disana. Dari atas puncak Rengganis, pemandangan yang terhampar begitu indah.. Apalagi ketika kabut mulai menyingkir. Ya Allah… begitu besar kuasaMu yang telah menciptakan semua ini.. Fauzi nampak begitu senang dan dia mengatakan akan sangat menyesal jika pada hari pertama kemarin dia benar-benar kembali turun dan membatalkan perjalanan..
Kami tak berlama-lama diatas puncak karena hujan mulai turun kembali. Perjalanan turun menuju Cisentor sedikit terganggu oleh hujan yang menyebabkan jalanan menjadi licin. Akibatnya aku, Kois, Ajeng, Hari dan  Fauzi bahkan Putri sempat melakukan surfing sampai telentang. hehhee…. lucu juga kalau diingat-ingat. sensasi kaget saat terjatuh dan rasa malunya itu lho!!
Perjalanan ke Cisentor hanya ditempuh dalam waktu 1 jam 10 menit. Wah, senang sekali rasanya karena berhasil menempuh separo perjalanan panjang ini. aku dan Maman pun bertekad untuk mandi sore itu. Air yang dingin bukan halangan bagi kami berdua. Apalagi tak ada kekhawatiran adanya Joko tarub kan??? Hehehhee….
Malam itu, udara sangat bersahabat. Nyaris tidak turun hujan dan hawa tidak terlalu dingin. para wanita memasak beras, selada air dari Cikasur dan merebus kentang untuk makan malam. Selada air yang disajikan dengan bumbu pecel yang dibawa pun terasa begitu segar dan nikmat. Coba kalau dirumah, dipaksa pun ga bakalan aku mau makan selada. hehehhe…..
Hari terus berganti. Kami berulang kali saling menanyakan sekarang hari apa ya?  Kami berencana untuk segera melanjutkan perjalanan pulang. Ada beberapa teman yang menginginkan kami langsung turun ke Bremi, tapi ada pula yang ingin melihat keindahan Danau Taman Hidup. Disinilah egoisme diuji untuk dapat bertoleransi dan kompromi atas kepentingan pribadi maupun umum, dengan memperhatikan kondisi.
Dengan kondisi fisik yang mulai menurun apakah kami bisa melanjutkan perjalanan langsung ke Bremi ato tidak… Tiba-tiba ketika kami sedang bersiap packing, terdengar suara nyanyian bertema nasionalisme menggema di lereng menuju sungai Cisentor dan semakin mendekat. Ternyata ada sekitar 700 orang Marinir dari KODIKAL Surabaya berjalan menuju Cisentor untuk menjalani latihan rutin. Ada sedikit kelucuan yang terjadi waktu aku, Kois dan Topek sedang berada di sungai untuk mencuci muka. Kami mencuci muka tepat disamping deretan batu yang dipakai sebagai jembatan untuk menyeberang sungai. Nah, ada beberapa tentara yang terpeleset dan tercebur ke sungai ketika melewati sungai dan berada di dekat kami… Akibatnya, sang pelatih yang ada diseberang berulang kali berteriak, "Ga pake lirak lirik!!" Haahahhaa….Masak sih mereka yang kepleset itu gara-gara ngelirik temen" cewek…(hihihi….…) Sementara para siswa marinir itu istirahat dan makan pagi, kami berfoto ria dengan para pelatihnya. Salah seorang pelatih bertanya padaku, "Apa se mas yang dicari disini??" Lah,kok tanya gitu? Apa perlu kujawab seperti kata Thoreau "aku pergi ke hutan untuk mencari kebijaksanaan…" HALAHH!!!
Sebenarnya kami berniat berangkat mendahului tentara2 itu, tapi kami atas pertimbangan "kecepatan" kami pikir kebih baik kami berjalan di belakang mereka. Ternyata….., mereka berjalan sangat LAMBAT!!! Kami berulang kali harus berhenti untuk menunggu mereka mengatasi tanjakan dan menerima sejumlah pentungan popor senapan dari pelatih. Belum lagi bentakan-bentakan kasar yang berdampak juga pada emosi kami yang ikut2an jadi 'kasar'. Hehehee…. tapi yang paling membuat kami merugi adalah akibat jalur yang terinjak 700 orang itu, jalanan menjadi rusak, ditambah lagi kondisi becek akibat hujan yang terus mengguyur, so… kami makin sering terpeleset gara-gara bekas pelesetan tentara itu juga.
Padahal medan di Hutan Taman Lumut begitu terjal dengan lembah yang siap mengancam dibawah sana. Hal itu terus mengganggu hingga kami memasuki hutan Konservasi. Fisik pun makin terasa lelah karena psikis yang 'juga lelah'. Hampir 6 jam kami berjalan (tapi lebih banyak berhentinya nunggu tuh marinir agak jauhan) akhirnya kami berunding. Apakah kami langsung turun ke Bremi ato menginap semalam lagi..
Waduh, molor?? Aku sempat kuatir juga. Bukan apa-apa…. aku cuma pamit pada orang tua 4 hari, nyatanya…. hikzz.. Kami akhirnya memutuskan untuk berjalan saja terus hingga gelap, jika memang kondisi tidak memungkinkan, kami akan mendirikan tenda lagi. Mulanya rombongan terbagi atas 3 kelompok.. Tapi kemudian rombongan kedua berhasil menyusul rombongan pertama. Ketika itu, hari sudah semakin gelap dan hutan makin nampak 'menyeramkan'. Sepanjang jalan aku terus melafalkan beragam doa, begitu juga ajeng dan Putri. Kami berulang kali berteriak memanggil Aku, Fauzi dan Topek, tapi sama sekali tak ada sahutan. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda disebuah tanah landai karena jalanan yang mulai terasa membingungkan dan karena Maman melihat 'penampakan'. Nih anak memang lumayan peka dengan hal-hal begituan….
Andre berinisiatif untuk menjemput rombongan terakhir ketika akhirnya kami mendengar teriakan Kois, Tapi kok nadanya, desperate gitu….hehehee…ada apa nih??!!
Sewaktu kami memasak, Kois menceritakan kejadian selama dia, Ajeng dan Fauzi tertinggal jauh di belakang. Ternyata mereka sempat salah jalan hingga akhirnya mereka bertemu dengan sesosok hewan bertubuh lunak (krn sempat terinjak), berbulu lebat dan gelap, mata besar, berkaki empat, yang menghadang ditengah jalan dan tak mau pergi meski sudah ditodong cutter sampai juga GUNTING! Hehehee…. asal sih.. Akhirnya mereka bertiga memutar arah karena hewan itu tak juga mau enyah, tapi malah ternyata mereka kembali ke jalur yang benar. Syukurlah…
Sementara kami bercerita dan memasak, aku sempat 'merasakan' ada 'sesuatu' yang memperhatikan disekitar kami. Entah apa aku tak tahu.Aku sempat menyorotkan senter kearah samping tenda yang berupa semak-semak.Tak ada apapun… Aku pun tenang. Tapi kemudian tiba-tiba Kois dan Ajeng menyeringai dengan ekspresi wajah ngeri. Maman sempat bertanya ada apa.. Tapi kedua cewek itu tak menjawab dan hanya menundukkan wajah memandang kearah nasting yang tengah kami pakai menggoreng tempe..
Kami berempat mempercepat acara masak memasak dan segera membangunkan teman2 yang lain untuk segera makan malam.Makan malam usai, kami pun segera masuk tenda untuk beristirahat. Tapi hatiku tetap saja diliputi tanya..
Kemudian pada keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju bremi dan akhirnya....!!! Kami sampai, Alhamdulillah..

KAWAH IJEN

tepatnya berada di perbatasan antara Bondowoso dan Banyuwangi,, aku bersama teman"q menyempatkan diri mengunjungi kawah yg bernama kawah ijen,, hawa yg sangat dingin menusuk tulang dan juga curamnya jalan pendakian menjadi teman yg sudah biasa bagi mereka penambang belerang. hal itu sangat menarik, perjalan yg menuju kawah disuguhi pemandangan alam yg elok dan juga hilir mudik para penambang belerang. beban yg cukup berat bukanlah halangan bagi mereka karena pekerjaan tersebut menjadi satu"nya lahan perekonomian mereka. beban yg cukup berat berkisar 70 kg sampai dengan 90 kg tidak dirasa berat karena tuntutan kebutuhan perekonomian.
perjalananku belum sampai, jalan yg cukup menanjak klo menurutku sih kemiringannya sekitar 70 derajat,, terasa kram kaki ma perutku,, bisa dibayangkan saja sudut kemiringannya.
setelah sampai di atas saya kira sudah sampai tpi ternyata,, aku masih berada di pos penimbangan belerang,, akhirnya aku bersama teman" melanjutkan perjalana,, alhasil !! kami berhasil mencapai puncaknya,, alhamdulillah.
setelah sampai diatas subhanallah,, sangat luar biasa,,tpi cuacanya semakin extrim ketika berada di puncak,, dinginnya merasuk tulangku,, berrr... dingen banget. mataku sangat dimanjakan dengan keindahan alam kawah ijen,, itu adalah hal tergila yang aku lakukan karena dalam seumur hidupku,, aku gak pernah berjalan sejauh itu apalagi dengan berjalan menanjak,, capek banget rasanya... tpi aku cukup puas,, lelahku terbayarkan....

PULAU GILI KETAPANG

Pulau Gili Ketapang, sejarah dan keunikannya   Gili Ketapang merupakan pulau yang indah, terletak 5 mil lepas Pantai Utara Probolinggo. Butuh waktu 30 menit naik perahu motor dari pelabuhan Tanjung Tembaga kesana. Dibagian timur dan selatan pulau tersebut membentang pasir putih yang lautnya belum tercemar dan nampak kebiru-biruan. Saat laut tenang, pengunjung bisa melihat bunga karang yang indah dan berbagai jenis ikan hias berwarna-warni. Pulau seluas 68Ha dihuni 8000 jiwa, sebagian besar warganya Suku MAdura dan hamper 90% menjadi nelayan yang menggantung hidupnya di langit. Keunikan lain dari pulau ini adalah kepercayaan masyarakat setempat tentang asal-usul nama Gili-Keatapang, bahwa pulau ini mempunyai kekuatan ghaib yang bergerak lamban ke tengah laut. Semula pulau ini menjadi satu dengan daratan desa Ketapang kecamatan Sumberasih. Ketika gunung Semeru meletus terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat sehingga sebagian daratan desa ketapang terpisah ketengah sejauh 5 mil dari Kota Probolinggo. Sebagian daratan menjadi sebuah pulau yang bergerak. Oleh sebab itu masyarakat setempat menyebut pulau tersebut dengan nama “Gili-Ketapang” yang berasal dari bahasa Madura yang artinya “mengalir” adalah nama desanya. Jajaran perahu nelayan yang tengah beristirahat menunggu waktu melaut dimalam hari menandakan 8000 jiwa penghuni pulau ini adalah keluarga nelayan. Bau khas ikan dijemur dan deru mesin perahu nelayan yang kadang berubah fungsi menjadi kapal penumpang mempertegas suasana perkampungan nelayan pulau itu. Jika cuaca cerah dan angina tampak bersahabat, tampak bersahabat, jasa angkutan kapal nelayan itu selalu bersedia mengantar anda di kapal penumpang, logat osing (dialek bahasa madura) terdengar akrab ditelinga. Memang duduk menunggu diatas geladak perahu sambil berdesak-desakan merupakan hal biasa. Tapi jangan harap menikmati jasa perahu eksekutif. Jika hari sedang ramai tak kurang tiap 15 menit kapal akan beranjak dari pelabuhan menuju pulau Gili. Setelah perjalanan kurang lebih 30 menit, anda juga akan menemukan keindahan pemandangan dasar laut yang tersaji begitu jelas di dasar perairan.

Misteri Gua Kucing

Meski kurang dikembangkan sebagai wisata layaknya pulau Seribu, ternyata pulau ini tetap menarik perhatian orang. Keberadaan Gua Kucing yang dikeramatkan menjadi sakah satu alasan bagi pengunjung untuk datang. Menurut cerita yang berkembang tempat ini sebenarnya merupakan petilasan Syech Ishap, dia adalah Penyebar Agama Islam, yang pernah singgah dalam perjalanan dari Gresik menuju Blambangan, Banyuwangi. Mengapa dinamakan gua kucing?, konon karena di gua ini pernah disinggahi syech Ishap ini hidup bersama ribuan kucing. Konon juga salah satu kucing ada yang bertuliskan arab du kepalanya. Ketika tokoh tersebut meninggalkan pulau ini, populasi kucing ikut berkurang. Anehnya setiap malam JUmat Legi suara “meong” terdengar disela-sela gua, namun setelah didekati, suara itu menghilang. Selain gua, tentu anda dapat menyalurkan hobi memancing di sekitar perairan pulau. Kalu mau, anda bisa menyewa kapal nelayan sebesar 50 ribu untuk tiga sampai empat jam. Disana anda juga bisa membeli hasil tangkapan laut yang dijual penduduk pasar, untuk sekedar oleh-oleh.

TAMPORA

perjalanan yg cukup berat medannya tak mengurungkan niatku untuk melihat pemandangan pantai yang cukup menakjubkan, sebuah pantai yang terletak dibalik sebuah gunung sungguh eksotik, aku dengan 3 kawanku menuju kesana, dengan hati yang berbunga karena kita bisa bersama.
banyak hal konyol yang kita lakukan, seru banget, narsis, cerewet, smua jadi satu,,
alam yang menyugukan keindahan menemani kebersamaan kami,, apakah kelak ketika masing - masing orang sudah menikah bahkan sudah memiliki kehidupan sendiri - sendiri kita masih bisa berseloroh seperti ini ??? aku tak yakin